"Aku Tidak Minta Dilahirkan Mewah, Hanya Dimengerti": Kisah Seekor Anjing Pinggiran Kota
"Aku Tidak Minta Dilahirkan Mewah, Hanya Dimengerti": Kisah Seekor Anjing Pinggiran Kota
---

Namaku Bima.
Aku bukan ras.
Aku bukan anjing lucu berharga jutaan rupiah.
Aku lahir di gang sempit, besar di dekat pasar, dan tidur di kardus bekas.
Tapi aku tidak marah.
Aku hanya ingin didengar.
---
BAB 1: Dunia Tidak Adil, Tapi Aku Masih Setia
Aku pernah melihat:
Manusia menendang temanku hanya karena ia lapar
Anak kecil melempar batu saat aku duduk diam
Pemilik lama membuangku setelah ia pindah rumah
Tapi entah kenapa, aku tetap percaya pada kalian.
Karena meski kalian sering melukai, kalian juga punya kemampuan luar biasa untuk mencinta.
---
BAB 2: Aku Tidak Butuh Pakaian Branded, Hanya Tempat Berteduh
Kalian suka belanja:
Sweater anjing
Kalung dengan GPS
Mangkuk keramik dari Jepang
Aku hanya butuh:
Tempat teduh saat hujan
Air bersih
Sedikit roti
Seseorang yang tidak menendangku
Kesederhanaan bukan kutukan. Ia adalah kebebasan.
---
BAB 3: Aku Pernah Punya Nama, Tapi Kini Tak Lagi
Dulu aku dipanggil “Blacky.”
Kini aku dipanggil “anjing liar.”
Padahal dulu aku dijemput dari pet shop.
Difoto, dipamerkan, dipanggil “anakku.”
Tapi saat bayi manusia lahir, aku tak dianggap lagi.
Hewan bukan mainan.
Kami punya hati. Meski tak bersuara, kami mengingat segalanya.
---
BAB 4: Setiap Hari Aku Belajar Tentang Manusia
Aku belajar:
Manusia suka memberi sisa nasi saat mereka bahagia
Tapi lupa saat mereka sedang sibuk
Mereka marah bukan karena kami salah, tapi karena mereka sedang lelah
Kami belajar sabar.
Karena bagi kami, cinta bukan tentang apa yang kami dapatkan, tapi tentang tidak pernah pergi meski diabaikan.
---
BAB 5: Aku Tidak Tahu Hari Ini Tanggal Berapa
Tapi aku tahu:
Pagi itu hangat
Siang itu terik
Malam itu dingin dan sepi
Dan meski aku tak punya kalender, aku tahu...
hari-hari terus berlalu,
sementara aku menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan datang: pelukan.
---
BAB 6: Jangan Lihat Aku dari Warna Buluku
Anjing ras sering diadopsi karena:
Bulu putih bersih
Mata biru eksotis
Tubuh kecil, bisa dimasukkan tas
Kami yang berwarna cokelat kusam?
Kami yang besar dan bau?
Kami juga bisa setia.
Tapi dunia kadang lupa bahwa cinta tidak selalu berbentuk indah.
---
BAB 7: Manusia Punya Hak Suara, Kami Punya Tatapan
Kalian bisa protes.
Demo. Menulis surat.
Kami hanya bisa:
Menunduk
Meringkuk
Menatap dalam diam
Dan semoga… ada satu dari kalian yang paham.
---
BAB 8: Ada Seorang Bocah yang Pernah Mengubah Hidupku
Namanya Dika.
Ia berbagi biskuitnya diam-diam.
Ia tak takut buluku kotor.
Ia berkata pelan, “Kamu gak jelek kok.”
Dika tak membawa mobil.
Tak punya akun Instagram.
Tapi Dika punya sesuatu yang langka: empati.
---
BAB 9: Aku Mungkin Tak Akan Hidup Lama
Anjing jalanan jarang hidup lebih dari 5 tahun.
Tapi selama waktu itu, aku belajar:
Memaafkan
Bersyukur
Menunggu tanpa pamrih
Dan meski hidupku pendek, aku tidak pernah membenci.
Karena membenci hanya membuat luka lebih dalam.
Dan aku lebih suka menyembuhkan.
---
BAB 10: Jika Kamu Menemukanku, Jangan Takut
Aku tidak menggigit.
Aku tidak marah.
Aku hanya lapar—dan rindu pelukan.
Jika kamu punya waktu, jangan beri uang.
Berilah nama.
Karena kami yang tak bernama… seringkali juga tak dianggap.
---

Kami tidak butuh pity (belas kasihan).
Kami butuh dignity (martabat).
Kami tidak perlu diselamatkan untuk dijadikan konten.
Kami hanya ingin hidup dengan layak dan dihormati.
Dan jika kamu pernah punya ruang dalam hatimu,
buka sedikit saja untuk kami.
Karena kami, anjing pinggiran kota, juga tahu mencintai—mungkin lebih tulus dari siapapun.
---
Comments
Post a Comment