"Aku Tidak Minta Dilahirkan Mewah, Hanya Dimengerti": Kisah Seekor Anjing Pinggiran Kota

 🐶 "Aku Tidak Minta Dilahirkan Mewah, Hanya Dimengerti": Kisah Seekor Anjing Pinggiran Kota



---

🐾 Pendahuluan: Di Balik Pagar Seng dan Asap Knalpot, Aku Masih Menunggu

Namaku Bima.
Aku bukan ras.
Aku bukan anjing lucu berharga jutaan rupiah.
Aku lahir di gang sempit, besar di dekat pasar, dan tidur di kardus bekas.

Tapi aku tidak marah.
Aku hanya ingin didengar.


---

BAB 1: Dunia Tidak Adil, Tapi Aku Masih Setia

Aku pernah melihat:

Manusia menendang temanku hanya karena ia lapar

Anak kecil melempar batu saat aku duduk diam

Pemilik lama membuangku setelah ia pindah rumah


Tapi entah kenapa, aku tetap percaya pada kalian.
Karena meski kalian sering melukai, kalian juga punya kemampuan luar biasa untuk mencinta.


---

BAB 2: Aku Tidak Butuh Pakaian Branded, Hanya Tempat Berteduh

Kalian suka belanja:

Sweater anjing

Kalung dengan GPS

Mangkuk keramik dari Jepang


Aku hanya butuh:

Tempat teduh saat hujan

Air bersih

Sedikit roti

Seseorang yang tidak menendangku


Kesederhanaan bukan kutukan. Ia adalah kebebasan.


---

BAB 3: Aku Pernah Punya Nama, Tapi Kini Tak Lagi

Dulu aku dipanggil “Blacky.”
Kini aku dipanggil “anjing liar.”

Padahal dulu aku dijemput dari pet shop.
Difoto, dipamerkan, dipanggil “anakku.”
Tapi saat bayi manusia lahir, aku tak dianggap lagi.

Hewan bukan mainan.
Kami punya hati. Meski tak bersuara, kami mengingat segalanya.


---

BAB 4: Setiap Hari Aku Belajar Tentang Manusia

Aku belajar:

Manusia suka memberi sisa nasi saat mereka bahagia

Tapi lupa saat mereka sedang sibuk

Mereka marah bukan karena kami salah, tapi karena mereka sedang lelah


Kami belajar sabar.
Karena bagi kami, cinta bukan tentang apa yang kami dapatkan, tapi tentang tidak pernah pergi meski diabaikan.


---

BAB 5: Aku Tidak Tahu Hari Ini Tanggal Berapa

Tapi aku tahu:

Pagi itu hangat

Siang itu terik

Malam itu dingin dan sepi


Dan meski aku tak punya kalender, aku tahu...
hari-hari terus berlalu,
sementara aku menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan datang: pelukan.


---

BAB 6: Jangan Lihat Aku dari Warna Buluku

Anjing ras sering diadopsi karena:

Bulu putih bersih

Mata biru eksotis

Tubuh kecil, bisa dimasukkan tas


Kami yang berwarna cokelat kusam?
Kami yang besar dan bau?
Kami juga bisa setia.
Tapi dunia kadang lupa bahwa cinta tidak selalu berbentuk indah.


---

BAB 7: Manusia Punya Hak Suara, Kami Punya Tatapan

Kalian bisa protes.
Demo. Menulis surat.

Kami hanya bisa:

Menunduk

Meringkuk

Menatap dalam diam


Dan semoga… ada satu dari kalian yang paham.


---

BAB 8: Ada Seorang Bocah yang Pernah Mengubah Hidupku

Namanya Dika.
Ia berbagi biskuitnya diam-diam.
Ia tak takut buluku kotor.
Ia berkata pelan, “Kamu gak jelek kok.”

Dika tak membawa mobil.
Tak punya akun Instagram.
Tapi Dika punya sesuatu yang langka: empati.


---

BAB 9: Aku Mungkin Tak Akan Hidup Lama

Anjing jalanan jarang hidup lebih dari 5 tahun.
Tapi selama waktu itu, aku belajar:

Memaafkan

Bersyukur

Menunggu tanpa pamrih


Dan meski hidupku pendek, aku tidak pernah membenci.
Karena membenci hanya membuat luka lebih dalam.
Dan aku lebih suka menyembuhkan.


---

BAB 10: Jika Kamu Menemukanku, Jangan Takut

Aku tidak menggigit.
Aku tidak marah.
Aku hanya lapar—dan rindu pelukan.

Jika kamu punya waktu, jangan beri uang.
Berilah nama.
Karena kami yang tak bernama… seringkali juga tak dianggap.


---

🐾 Epilog: Anjing Seperti Aku Hanya Ingin Diterima

Kami tidak butuh pity (belas kasihan).
Kami butuh dignity (martabat).

Kami tidak perlu diselamatkan untuk dijadikan konten.
Kami hanya ingin hidup dengan layak dan dihormati.

Dan jika kamu pernah punya ruang dalam hatimu,
buka sedikit saja untuk kami.
Karena kami, anjing pinggiran kota, juga tahu mencintai—mungkin lebih tulus dari siapapun.


---

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Manusia Butuh Terapi Lebih dari Anjing?

Anjing Juga Punya Pikiran: Refleksi atas Dunia yang Sibuk Tapi Tak Pernah Hadir